Pesta Demokrasi Indonesia

Pesta Demokrasi Indonesia
Pilih Pemimpin Yang Jujur, Adil, Bersih, dan Amanah

Sabtu, 27 September 2008

Pelajaran Dari Kejatuhan Antek AS Bernama Pervez Musharraf


Usai sudah perseteruan antara Koalisi Pemerintah dengan Rezim Presiden Pervez Musharraf. Musharraf menyatakan mengundurkan diri pada Senin (18/8) tanpa menggunakan hak konstitusinya untuk membubarkan Parlemen, tapi benarkah keberhasilan penggulingan jenderal Musharraf adalah hasil kerja keras 100 persen Koalisi Pemerintah atau ada dibalik itu peran AS yang menekan Musharraf agar mengundurkan diri dengan imbalan jaminan keselamatan dan tidak dipermasalahkan di depan hukum?

Koalisi Pemerintahan Pakistan, oleh para pengamat Pakistan, dianggap tidak mampu memaksa Presiden Musharraf mengundurkan diri, seandainya tidak ada intervensi AS yang mendesak Musharraf mengundurkan diri. Menurut mereka, penggulingan Musharraf adalah hasil koordinasi antara Koalisi Pemerintah Pakistan dengan Pemerintah Gedung AS. Jauh hari sebelum penggulingan Musharraf, PM Pakistan, Syed Yousaf Raza Gillani berkunjung ke AS dan diterima oleh Presiden AS George Bush di Gedung Putih.

Kunjungan itu merupakan awal dimulainya skenario penggulingan Presiden Pervez Musharraf. Seminggu sebelum kejatuhan Presiden Musharraf, Kemlu AS mengintensifkan kontak dengan Musharraf yang memintanya agar tidak menggunakan kewenangannya membubarkan Parlemen.

Lantas apa sesungguhnya motif AS memberi restu penjatuhan Musharraf, setelah selama satu dekade menjadi negara sekutu utama AS dalam perang melawan terorisme ? apakah pengorbanan Musharraf tidak cukup untuk tetap mendapatkan ‘restu’ dari Pemerintah AS.

Paling tidak ada tiga sebab yang melatar belakangi sikap AS yang memberi lampu hijau bagi penjatuhan Musharraf :

Pertama, Pemerintah Gedung Putih memandang keberadaan Musharraf di tampuk pimpinan Pakistan sudah tidak bisa diharapkan mampu membantu mewujudkan skenario AS di kawasan, bahkan cenderung menambah beban bagi AS. Musharraf dinilai sudah tidak mampu lagi membendung kekuatan Taliban di Afghanistan yang semakin membesar, dengan bukti semakin intensifnya serangan-serangan kelompok ini terhadap pasukan NATO di Afghanistan. Selain itu, berbagai kebijakan Presiden Musharraf justru membuat kekuatan perlawanan Islam di Pakistan semakin kuat, khususnya di Pakistan bagian Selatan.

Kedua, AS kecewa dengan kinerja Musharraf dalam beberapa tahun terakhir. AS sesungguhnya berharap, kombinasi kepemimpinan sipil dan militer di Pakistan akan saling bekerjasama untuk lebih mendorong usaha-usaha untuk memerangi kelompok Islamis di Pakistan, tapi yang terjadi justru sebaliknya, konflik internal di Pakistan justru mengarah kepada konflik antara militer dan sipil, antara kubu pro demokrasi dan dictator, bukan konflik antara Pemerintah melawan kelompok-kelompok Islamis pro Taliban. Dalam konteks ini, maka AS harus memilih salah satu kubu yang bertikai. Salah satu harus dihilangkan.

Ketiga, kondisi internal Pakistan yang tampak telah merasa bosan dengan keberadaan Musharraf, akibat terus memburuknya kondisi ekonomi dalam negeri. Sehingga mempertahankan Musharraf yang tidak disukai rakyatnya sendiri menjadi tugas yang berat bagi AS. Maka AS memilih menghilangkan Musharraf karena jauh lebih mudah daripada menyingkirkan Koalisi Pemerintah.

Ketiga sebab geo-politik itulah yang akhirnya mendasari kebijakan Gedung Putih untuk memilih Koalisi Pemerintah Pakistan daripada Pervez Musharraf.

Namun, AS pun kembali mensyaratkan loyalitas kepada Pemerintah Gedung Putih dan komitmen memerangi terorisme sebagai syarat utama bagi pemerintah baru Pakistan jika ingin mendapat dukungan dan restu dari AS. Hal ini tampak dari pernyataan Presiden George.W.Bush pada Senin 19/8 yang mengatakan bahwa Pemerintah AS akan tetap bekerja sama dengan Pakistan selagi pemerintah yang baru di Pakistan tetap memerangi terorisme dan kooperatif dengan Gedung Putih.

Kejatuhan Presiden Musharraf seharusnya menjadi pelajaran bagi “antek-antek” AS dimanapun dan kapanpun bahwa jika peran dan tugasnya telah berakhir maka akan dicampakan oleh sang tuannya tanpa penyesalan sedikitpun, meski telah memberikan pengorbanan yang besar dan bahkan meski telah mengorbankan kepentingan rakyatnya sendiri.

Tidak pernah ada dalam sejarah kepresiden Pakistan yang senekad Pervez Musharraf dalam mengkhinati kepentingan rakyatnya sendiri. Presiden Musharraf adalah Presiden Pakistan pertama yang melepas Khasmir dan menganggapnya sebagai tanah milik India. Musharraf-lah yang pertama kali mengeluarkan pernyataan bahwa penyelesaian masalah Khasmir cukup dengan memberikan hak otonomi yang diperluas.

Musharraf-lah Presiden Pakistan pertama yang memerintahkan penutupan camp mujahidin Khasmir yang ada di Pakistan dan orang pertama Pakistan yang mempersilahkan NATO dan AS untuk menggunakan Bandara, pelabuhan dan wilayah udaranya untuk kepentingan penyerangan Afghanistan tahun 2002. Presiden Musharraf juga yang pertama kali memulai program pengalihan sekolah-sekolah agama di Pakistan menjadi sekolah-sekolah umum, serta di bawah pemerintahan Musharraf-lah, program nuklir Pakistan berada dibawah pengawasan IAEA dan dunia internasional, meski demikian Musharraf tetap dicampakan oleh AS. [syarif/dari berbagai sumber/www.suara-islam.com]

Tidak ada komentar:

Tsaqofah Kader

Mari kita simak apa yang dikatakan oleh Sheikh Mohammed :
“Saya tidak tahu apakah saya dapat disebut sebagai pemimpin yang baik, tetapi saya adalah seorang pemimpin. Dan saya mempunyai visi. Maka saya sudah membayangkan 20 tahun, 30 tahun ke depan. Saya belajar dari ayah saya, Sheikh Rashid. Dialah pemimpin, bapak bagi rakyat Dubai. Saya mengikuti langkah-langkah yang diteladani alamarhum. Dia selalu bangun pagi-pagi, dan berjalan seorang diri mengontrol proyek-proyek penting. Saya melakukan hal yang sama. Saya turun ke bawah, melihat sendiri. Melihat wajah-wajah, menggerakkan mereka. Saya mengambil keputusan tanpa keragu-raguan dan bergerak cepat. Dengan penuh energi.”