
Sesungguhnya pada tanggal 1 Juni lalu merupakan hari istimewa dalam sejarah bangsa Indonesia. Kelahiran Pancasila yang menjadi dasar negara ini dirayakan. Dalam lima butir sila yang lambangnya tergantung pada perisai di dada burung garuda itu tercerminlah sikap para pendiri negara ini yang menghargai keberagaman Indonesia. Walaupun sampai saat ini makna saling menghargai keberagaman ini masih terisolir dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Seperti yang diberitakan, pada tanggal 1 juni bulan lalu terjadi kerusuhan di Monas. Sejumlah massa yang mengenakan atribut Front Pembela Islam, siang tadi melakukan penyerangan terhadap massa Aliansi Kebangsaan dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) di Lapangan Monas Jakarta. Seperti yang dilansir banyak media massa, seharusnya kejadian ini sangat disayngkan dan seharusnya tidak terjadi pada saat peringatan hari kelahiran Pancasila tersebut.
Mengkaji dari kejadian itu semua, tentunya sebagai bangsa yang cerdas tidak akan melihat di satu sisi saja, yakni aksi penyerangan, namun yang perlu kita pertanyakan adalah mengapa ada kelompok yang berani berbuat seperti ini ? Lantas tujuan apa yang di inginkan, apakah untuk pewrsatuan Indonesia ataukah untuk disintegrasi bangsa ?
situasi kemelut sangat di warnai oleh berbagai sinergiskah antara perayaan dengan konteks Indonesia saat ini? Merayakan untuk apa? Dan penghargaan seperti apa yang diinginkan oleh bangsa saat ini ?
Aliansi Kebangsaan dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB). Di lihat dari partisi kata-katanya merupakan suatu aliansi yang mendasari munculnya liberalisme agama dan berkeyakinan. Jika mengacu pada konteks perjalanan demokratisasi Negara Indonesia sejak tahun berdirinya, jati diri keberagaman dan kebebasan jelas sudah dituangkan dalam UUD 1945. Jika mengacu dari hal ini, maka tidak perlu untuk membuat aliansi yang justru dapat mengundang problematika persatuan bangsa, kerena pada dasarnya kebebasan keyakinan beragama tidak perlu untuk diwujudkan melalui sebuah penekanan organisasi, tapi ini adalah sebuah akidah setiap pemeluk agama untuk menentukan sendiri keyakinannya masing-masing. Semua agama pun tidak ada yang menganjurkan untuk memaksakan keyakinan kepada pemeluk agama lainnya.
Terlepas dari kejadian tersebut, sebenarnya permasalahan bangsa Indonesia bukan hanya terjadi di Monas saja yang hanya menghabiskan waktu untuk memikirkan saudara-saudara kita yang ada di Porong-Sidoarjo tak jelas tanah siapa lagi yang mereka tempati, pembantaian manusia di Poso yang juga dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan agama, Maluku yang sebagian kecil rakyatnya inginkan pisah dari NKRI, begitu pula Aceh. Semua ini terjadi karena tidak adanya rasa keabangsaan dan saling memiliki sebagai manusia yang benar-benar serumpun dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bangsa Indonesia sudah merasa jenuh dengan kondisi ini, isu-isu liberalisme, pluralisme, dan sekularisme tidak pernah menampakkan keuntungan sedikitpun bagi kemajuan Indonesia akan tetapi semenjak kemunculannya di tanah air beberapa tahun silam bangsa indonseia justru malah tambah “buntung” dibuatnya. fan_baenk

Tidak ada komentar:
Posting Komentar